Inspiring People

Pegiat Wastra, Penari, Pelukis, Kampanyekan Kolaborasi Women March 2022

PEOPLENESIA.COM – Bulan Maret dikenal dengan istilah Women’s March, bulannya perempuan untuk saling support dan kolaborasi karena bertepatan dengan peringatan Hari Perempuan Internasional atau International Women Day (IWD). Momen ini didedikasikan secara global untuk merayakan pencapaian sosial, ekonomi, dan politik perempuan serta mendorong kesetaraan gender.

Kesempatan ini dimanfaatkan oleh para pegiat wastra, penari, seniman lukis, musisi untuk mengkampanyekan pentingnya “kolaborasi” bagi perempuan sebagaimana filosofi batik. “Perempuan, batik dan tari, itu ibarat syair kitab kehidupan yang melekat di perempuan Indonesia,” kata Nury Sybli, Pegiat Wastra Nusantara.

Nury mengatakan, melalui tarian, orang menyampaikan harapan, do’a perlindungan sekaligus penghiburan. Demikian juga pada batik, motif-motif yang dilukiskan pada kain itu tak semata membentuk pola atau imajinasi semata, tetapi juga tuntutan hidup, pengingat serta do’a bagi si pemakainya.  

“Batik, bukan hanya merawat kehidupan manusia dari sejak bayi, tetapi juga memberi rasa aman, membawa do’a, ketenangan jiwa, pemulihan hingga menjadi alat perdamaian. Seperti pada batik khas Jogja motif grompol misalnya, orag tua kita menitipkan pesan agar para perempuan bisa bersatu, hidup rukun dan berkolaborasi agar bisa menjaga kedaulatan si pemakainya bahkan bangsanya,” papar Nury. 

Hal senada dikatakan Emma Wuryandari, salah satu pendiri Baik Batik yang juga guru tari sanggar Huma Rhumil, menurutnya, bergiat dalam seni itu tidak perlu sekat, tidak perlu dikotak-kotakan. “Jadi mari bersinergi, berkolaborasi dalam semangat mencintai budaya, mencintai seni dan mencintai Indonesia,” tegasnya.

Bertempat di Secret Garden Art Space Cinangka, para pegiat wastra memperagakan batik sebagai upaya mengajak generasi muda untuk turut melestarikan kain-kain tradisi atau wastra nusantara. Sedang para penari dari sanggar Huma Rhumil menampilkan tarian lirilir yang di iringi tembang dengan judul yang sama. Diwaktu yang bersamaan, seniman lukis Damianus S.Wibowo membuat sktesta para penari secara langsung di lokasi kegiatan.

Tarian Lirilir ditampilkan oleh Emma bersama anak-anak muridnya sebagai pengingat dolanan bocah yang menjadi media dakwah bagi Sunan Kalijaga. “Makna lagu ‘LirIlir’ ini kan ajakan bagi masyarakat untuk terus melakukan kebaikan. Jadi saya kira pas jika kita tampilkan sekarang sebagai upaya mengajak perempuan menjaga harmoni dalam kebaikan melalui gerak tari, berkain atau melukis,” papar Emma.    

Emma menjelaskan, dengan latihan menari tidak lantas harus menjadi penari profesional. “Menari salah satu bentuk ekspresi diri lewat gerak tubuh, sebagai ungkapan kegembiraan sekaligus mengasah harmoni antara pendengaran, motorik dan ingatan. Bisa juga sebagai cara untuk memupuk kepercayaan diri. Dan tarian tradisi kita itu banyak sekali, semuanya indah dan luar biasa,” ujarnya.   

Dalam kesempatan ini, Nury mengatakan, peran perempuan sangat penting dalam menjaga tradisi atau budaya bangsa Indonesia .“Sekarang segalanya berada di genggaman, sayang kalau kecanggihan itu tidak dimanfaatkan untuk hal-hal baik merawat yang sudah ada. Batik, tenun, ikat, semua wastra nusantara (kain-kain tradisi) itu akan mati dengan sendirinya jika generasi muda mendiamkannya. Akan berbeda jika anak muda mengambil peran bagaimana merawat budaya dengan memanfaatkan teknologi yang ada,” papar Nury, inisiator gerakan #sapawastra.

Mengutip aktivis perempuan Helen Keller, Nury menutup dengan kalimat, “Hanya sedikit pekerjaan yang bisa dilakukan sendirian, namun bersama-sama bisa kerjakan banyak hal.”

Leave a Comment

Your email address will not be published.

You may also like